Kamis, 14 Juni 2012

Peta Jalur masuk Buddha ke Indonesia

Agama Buddha bagi bangsa Indonesia sebenarnya bukanlah agama
baru. Ratusan Tahun yang silam agama ini pernah menjadi pandangan
hidup dan kepribadian bangsa Indonesia tepatnya pada zaman kerajaan
Sriwijaya, kerajaan Maratam Purba dan keprabuan Majapahit.
Candi Borobudur, salah satu warisan kebudayaan bangsa yang amat kita
banggakan tidak lain cerminan dari kejayaan agama Buddha di zaman
lampau.

Sekitar tahun 423 M Bhiksu Gunawarman datang ke negri Cho-
Po (jawa) untuk menyebarluaskan ajaran Buddha. Ternyata ia
memperoleh perlindungan dari penguasa setempat, sehingga misinya
menyebar luaskan ajaran Buddha berjalan lancar. semua ini tercatat
di dalambuku Gunawarman dan jika di dasarkan pada buku ini maka
kemungkinan besar ia adalah seorang perintid pengembangan agama
Buddha di Indonesia pada zaman tersebut.

Berdasarkan catatan dari kerajaan Tang di Tiongkok, pada
pertengahan abad ke-7 di Jawa Tengah terdapat sebuah kerajaan yang
menganut agama Buddha namanya Kaling. Di Tiongkok nama itu lebih
dikenal dengan sebutan Ho Ling. Kerajaan ini sangatalah tertib dan
tentram walaupun dipimpin oleh seorang wanita tangan besi yang
bernama ratu Sima. Ho ling saat itu menjadi pusat ilmu pengetahuan
agama Buddha, dan tidak sedikit orang Tionghoa dari dataran Cina
datang ke negri tersebut untuk belajar agama Buddha, walaupun pada
zaman dinasti Tang agama Buddha telah menjadi agama resmi di negri
Cina..

Dalam abad ke-7 dan ke-8 antara India dan Cina terjalin hubungan
yang ramai. Hungan tersebut tidak semata-mata di Bidang perdagangan,
melainkan juga dalam ilmu pengetahuna dan agama Buddha. Antara tahun
618 hingga 907 Cina diperintah oleh Dinasti Tang, sedang di India
dalam abad ke-7 berkuasa raja Harcha yang bersikap toleran terhadap
agama Buddha. Maka pada zaman itu banyak musafir dan Bhiksu dari
Cina yang berziarah ke tempat-tempat suci agama Buddha di India.

Dalam pertengahan abad ke-7 ini pula Sriwijaya tumbuh dan
berkembang menjadi pelabuhan penting di tepi perairan Selat Malaka,
urat nadi lalu-lintas penting antara India dan Cina. Selama beberapa
abad, kerajaan ini memegang hegemoni lautan. Sriwijaya boleh
dikatakan pusat perdagangan dan pusat agama Buddha di Asia
Tenggara. Agama Buddha di zaman Sriwijaya adalah agama Buddha aliran
Mahayana dengan memahami bahasa Sansekerta.

Antara tahun 850 hingga awal abad-13, kerajaan Sriwijaya
diperintah oleh keluarga Syailendra yang pernah berkuasa di Mataram,
Jawa Tengah, antara tahun 778-850. Selama 75 tahun berkuasa di
Mataram, keluarga Syailendra banyak mendirikan bangunan suci
Buddhist berupa candi seperti Candi Kalasan, Plaosan, Sari,
Borobudur, Pawon dan Mendut. Sriwijaya kemudian meluaskan
kekuasaannya sampai ke Muangthai Selatan yang sekarang disebut
Suratani dan Pattani. Candi-candi yang dibuat oleh Sriwijaya di sana
antara lain Vihara Mahadhata di Jaiya dan Vihara Mahadhata di Nakorn
Sitnamart yang sampai sekarang masih ada dan bentuk bangunan, arca-
arca Buddha serta Bodhisattva mirip dengan yang terdapat di Jawa.

Attisa, Bhikkhu yang sangat terkenal dari Tibet yang
membangun kembali agama Buddha di negara tersebut pernah datang ke
Sumatra dan tinggal di sana dari tahun 1011 - 1023. Ia belajar di
bawah bimbingan Dharmakirti, seorang Bhiksu terkemuka di zaman
Sriwijaya. berdasarkan catatan biografi Attisa yang di tulis di
Tibet, Sumatra adalah pusat utama agama Buddha, sedang Bhiksu
Dharmakirti adalah seorang cendekiawan terbesar di zaman itu.

Kedatangan para dharmaduta ke Indonesia mendorong banyak
orang pergi berziarah ke India untuk mengunjungi tempat-tempat suci
dan pusat-pusat agama Buddha seperti Universitas Nalanda dan lain-
lain. Setelah kembali ke Indonesia mereka mendirikan candi-candi
dengan berbagai bentuk dan ukuran.

Agama Buddha yang semula berkembang di Pulau Jawa dan
Sumatra adalah beraliran Theravada yang dikembangkan oleh Bhiksu
Gunawarman. Lambat-laun aliran ini terdesak oleh aliran-aliran lain
yang masuk ke Indonesia setelah mereka mempunyai kedudukan yang kuat
di India. Hal ini terlihat dengan berdirinya candi Kalasan yang
dipersemabahkan untuk Dewi Arya Tara (personifikasi Prajnaparamita
menurut aliran Tantrayana, salah satu sekte agama Buddha Mahayana)
pada tahun 779 M. . Dari catatan epigraphic diketahui bahwa salah
satu dari raja Syailendra di Jawa mempunyai guru bernama Kumaraghosa
dari negri Ganda (Bengal) yang menganut faham Tantrayana. Hal
tersebut mendorong berkembangnya agama Buddha Mahayana.

Kehidupan agama Buddha pada masa kerajaan Mataram - I bisa
dilihat dari prasasti Conggol, sebelah Barat-daya Magelang, yang
dikeluarkan oleh Raja Sanjaya. Pasasti tersebut menyebutkan bahwa
pada tahun 654 Saka (732 M) hari senin tanggal 13 terang bulan
Kartika, Raja Sanjaya mendirikan sebuah lingga yang merupakan
lambang dari dewa Siwa yang dipuja oleh raja dan rakyatnya. Sanjaya
sendiri putera Saimaha, saudara perempuan Raja Sanna yang memerintah
sebelum Sanjaya.

Pada masa pemerintahan Raja Panangkaran tahun 775, dinasti
Syailendra mulai berkuasa di Jawa Tengah bagian selatan sehingga
kekuasaan dinasti Sanjaya terdesak ke utara Jawa Tengah, yakni
sekitar dataran tinggi Dieng. Di sana Sanjaya mendirikan beberapa
candi, antara laincandi Bimo, Arjuno, Semar dan Argopuro.

Raja-raja yang berkuasa pada zaman dinasti Syailendra ialah
Bhanu (752-775), Wisnu (775-782), Indra (782-812), Samarottungga
(812-833) dan Balaputradewa (833-856). Prasasti-prasasti Syailendra
ialah prasasti Kalasan pada tahun 778, dengan menggunakan huruf
pranagari dan bahasa Sansekerta; prasasti Kelurak dekat Yogya tahun
782, juga memakai huruf pra-nagari dan bahasa Sansekerta; prasasti
Karang Tengah dekat Temanggung pada tahun 824 dengan memakai bahasa
Sansekerta dan Jawa Kuno dan prasasti Kahulunan, Kedu, pada tahun
842 yang ditulis dalam bahasa dan huruf Jawa Kuno.

Selama pemerintahan Syailendra, banyak bangunan candi yang
didirikan sebagaimana telah disinggung di atas. Satu diantara candi-
candi yang tersohor adalah Borobudur yang didirikan pada masa Raja
Samarottungga. Candi Sajiwan dan Plaosan dibangun pada masa
pemerintahan suami-isteri Rakai Pikatan-Pramodawardhani (puteri
Samarottungga). Nampaknya pengaruh Pramodawardhani sangat besar,
sehingga yang dibangun adalah candi bercorak Buddha. Raja Rakai
Pikatan sendiri beragama Siwa (Hindu). Jelas pada masa itu terdapat
rasa toleransi agama yang besar.

Perkawinan Rakai Pikatan yang beragama Siwa dan
Pramodawardhani yang beragama Buddha bersifat politis untuk
menghadapi Balaputra yang sedang berkuasa, selain untuk mencapai
kerukunan antara dua dinasti yang sedang bersaing dan bahkan saling
bertentangan. Balaputra dan saudaranya, Pramodawardhani bersaing
untuk menduduki jabatan Raja Mataram setelah ayah mereka,
Samarottungga meninggal dunia. Balaputra berhasil naik tahta antara
tahun 833 - 856, tetapi akhirnya benteng pertahanan Balaputra
dirobohkan juga oleh persekutuan Rakai Pikatan Pramodawardhani,
dengan demikian maka hanculah benteng terakhir dinasti Syailendra di
Jawa Tengah sebelah Selatan desa Prambanan.

Sejak pemerintahan Rakai Pikatan, dan kemudian disusul oleh
Rakai Kayuwangi (856-886), Rakai Watukumalang (886-898), Balitung
(898-910), Daksa, Tulodong dan Wawa, pemerintahan dinasti Sanjaya
semakin berkembang. Pada masa Raja Wawa, pusat kekuasaan Mataram
dipindahkan ke Jawa Timur, sehingga peranan Jawa Timur selama dua
abad kemudian berhasil menggantikan kedudukan Jawa Tengah.

Ada dua pendapat tentang apa sebabnya pusat pemerintahan
kerajaan Mataram dipindahkan yang ditandai juga dengan perpindahan
massal rakyat ke Jawa Timur. Pertama,mereka yang berpendapat
perpindahan itu akibat meletusnya gunung Merapi yang banyak
menimbulkan bencana dan korban. Menurut kepercayaan rakyat,
meletusnya gunung Merapi menunjukkan kemarahan para dewa. Pendapat
ke-dua, karena tarikan faktor ekonomi di Jawa Timur yang semakin
besar, di mana perdagangan dan pelayaran laut dan sungai kian rarnai.

Babak pertama pemerintahan Mataram di Jawa Timur dipegang
oleh dinasti Isana, nama yang diambil dari nama Sri Maharaja Rake
Hino Sri Isana Wikramadjarmotunggadewa, gelar Mpu Sendok. Bagaimana
Mpu Sendok naik tahta kurang dutetahui. Namun diduga melalui
perkawinannya de putri Wawa. Dari prasasti-prasasti yang
dikeluarkannya, ternyata Mpu Sendok banyak menaruh perhatian pada
perdagangan dan pelayaran di kali Brantas selain pertanian. Mpu
Sendok juga dikenal Raja yang memerintah dengan lebih demokratis dan
menaruh minat pada soal-soal hukum serta kesusastraan· Pada masa
pemerintahan Mpu Sendok-lah di

Mpu Sendok sendiri penganut agama Hindu, sehingga timbul
kesan adanya toleransi agama yang sangat kuat di masa itu. Nampaknya
antara agama Hindu yang dianut di Kutai, Taruma dan Mataram pada
satu pihak dan agama Buddha yang dianut Sriwijaya dan Mataram (masa
dinasti Syailendra) di lain pihak pernah terjadi persaingan dan
perbenturan. Narnun kemudian terjadi toleransi yang diawali oleh
perkawinan Rakai Pikatan dan Pramodawardhani. Hal mana dilanjutkan
pada masa pemerintahan Isana dan kemudian terjadi "pembauran" antara
Hindu dan Buddha sehingga batas kedua agama itu semakin kabur pada
masa Singosari dan Majapahit. Pembauran kedua agama ini masih dapat
disaksikan di Jawa dan Bali.

Diantara raja-raja keturunan Mpu Sendok, yang paling
berhasil adalah Airlangga. la adalah seorang raja yang ditaati oleh
rakyatnya yang rela menyerahkan segala milik mereka demi kepentingan
pemerintahaan Airlangga. Airlangga berhasil membawa kerajaan Mataram
pada puncaknya; tapi Airlangga pula yang meruntuhkan kerajaan itu.

Runtuhnya kerajaan Mataram sudah berada di ambang pintu
tatkala Sanggramatunggadewi, orang kedua yang pantas menduduki tahta
sesudah Airlangga, menolak jabatan besar tersebut. la lebih suka
memilih hidup suci sebagai petapa di Pucangan, gunung Penanggungan,
dengan nama Kili Suci. Maka, Airlangga terpaksa minta bantuan Mpu
Bharada yang sakti untuk membagi kerajaannya kepada kedua putranya,
Jenggala (Singasari) di bagian Timur dan Kediri di bagian Barat pada
tahun 1041. Airlangga sendiri menjadi petapa pada tahun 1042 dengan
nama Resi Gentayu sampai wafat pada tahun 1049 dan dimakarnkan di
Tirtha, tempat permandian Jalatunda dekat desa Belahan di sebelah
Timur gunung Penanggungan.

Airlangga sebagai penjelmaan Wishnu diwujudkan dalam bentuk
Wishnu sedang naik seekor burung Garuda.

Kerajaan Majapahit adalah Negara Kesatuan Indonesia kedua
setelah Sriwijaya yang dibangun oleh umat Buddha dan Hindu. Umat
Buddha dan Hindu dalam zaman keprabuan Majapahit, berhasil
mengantarkan bangsa Indonesia memasuki zaman keemasannya. Kejayaan
keprabuan Majapahit dapat terwujud antara lain disebabkan karena
adanya kerukunan intern umat Buddha dan kerukunan intern umat Hindu
serta adanya kerukunan hidup antara umat Buddha dan umat Hindu pada
zaman itu. Maharaja Hayam Wuruk dalam menjalankan pemerintahannya
didampingi oleh penasehat agung dalam keagamaan yakni Dharmadhyaksa
Ring Kasongatan dan golongan Buddha dan Dharmadhyaksa Ring Kasewan
dari golongan Hindu. Kerukunan hidup umat beragama pada zaman
Majapahit dirintis dan dipelopori oleh Pujangga Buddhis yang agung,
Mpu Tantular. Dalam bait syair yang ada di dalam buku yang
ditulisnya yakni kitab "SUTASOMA" pujangga besar Mpu Tantular
menulis: "Siwa Buddha Bhinneka Tunggal lka Tan Hana Dharma Mangrwa".
Kalimat sakti yang dapat mempersatukan umat beragama dan rakyat
Majapahit pada waktu itu, yakni Bhinneka Tunggal lka, sekarang
merupakan kalimat sakti pemersatu bangsa Indonesia dan ditulis dalam
lambang negara Garuda Pancasila.

Setelah keprabuan Majapahit mengalami zaman keemasan, pada
masa pemerintahan Hayam Wuruk dengan Maha Patihnya Gajah Mada yang
beragama Buddha, akhirnya mengalami keruntuhan karena kerukunan
hidup umat beragama serta persatuan kesatuan rakyat". Majapahit
tidak dapat lagi dipertahankan. Terjadinya perpecahan dan
pertentangan yang tidak henti-hentinya akhirnya membawa Majapahit
sirna dari muka bumi ini. Bersama dengan itu agama Buddha juga
mengalami pasang surut dalam perkembangannya, kemusnahannya semakin
nyata dalam zaman penjajahan Belanda. Narnun demildan, dalam zaman
penjajahan Belanda pula agama Buddha mulai dipelajari dan dihayati
oleh generasi muda yang terhimpun dalam Perhimpunan Theosofi
Indonesia dan Sam Kauw.

Rabu, 13 Juni 2012

resume topik 12 nichren soshu


  1. Aliran Nichren soshu
Nichiren Shōshū adalah sebuah aliran agama Buddha yang berasal dari Jepang. Pendiri ajaran ini, bernama Nichiren Daishonin, dianggap oleh penganut aliran ini sebagai Sang Buddha pokok. Sekte ini merupakan salah satu dari sekian banyak sekte Nichiren yang ada di Jepang. Sekte Nichiren Shoshu ini berpusat di Taisekiji, Fujinomia, propinsi Shizuoka, Jepang. Sekte ini juga menjadikan pewaris Dharma kedua, Nikko Shonin dan pewaris Dharma ketiga, Nichimoku Shonin, sebagai pendiri sekte Nichiren Shoshu.
  1. Sejarah
Agama Buddha menyebar dari India ke Tiongkok, lalu ke Korea, dan dari Korea lalu masuk ke Jepang. Berbeda dengan agama lain, agama Buddha sangat terbuka alias terus terang mengungkapkan dasar pokok pendirian sektenya, atau alasan Buddhaloginya. Dalam teriminologi buddhisme dinamakan dasar sutra. Sutra adalah catat catatan tertulis dari ajaran sang Buddha Sakyamuni, dan jumlahnya mencapai puluhan ribu buah. Secara logika tentunya teramat sulit untuk mengetahui apa lagi memahami dan menguasai semua sutra-sutra itu. Sehingga secara aktual penganut awan Buddhisme biasanya mengacu kepada Bhikku sebagai guru dharma pribadi masing-masing. Setelah Sang Buddha Sakyamuni moksa, Air Dharma diwariskan kepada Ananda, dan Ananda mewariskan kepada penerus-penerus berikutnya antara lain Nagarjuna, Vashubandu, Tien Tai, Dengyo dan seterusnya. Kalau dilihat dari dasar buddhalogi, Nichiren Shoshu berawal dari Saddharma Pundarika Sutra versi terjemahan dari Kumarajiva, serta Sastra Ichinen Sanzen, Hokke Mong-gu, dan Hokke Geng-gi, karya maha guru Tien Tai, maha guru Mio Lo, maha guru Dengyo. Sastra adalah penjelasan, penguraiaan, pemaknaan dari sebuah sutra. Kumarajiva adalah seorang bhikku dari India yang menyebarkan agama Buddha ke Tiongkok. Beliau adalah salah satu peterjemah sutra dari bahasa Sanskerta ke dalam bahasa Tionghoa yang sangat terkenal dan terpercaya. Kumarajiva diyakini mampu "memindahkan" makna sutra dari bahasa Sanskerta ke bahasa Tionghoa dan karya agung beliau tersebut sampai saat ini masih ada dan masih diterbitkan dalam buku di Jepang dan Taiwan. Sebagai "bukti" hal tersebut, ketika beliau wafat dan di kremasi, lidah beliau, tidak bisa terbakar.
Di Tiongkok, Mahaguru Tien Tai menyebarluaskan Saddharma Pundarika Sutra. Dalam bahasa Tionghoa Saddharma Pundarika Sutra disebut Miao Hua Lien Hwa Cing dan dalam bahasa Jepang dibaca Myohorengekyo. Sutra Saddharma Pundarika adalah ajaran Buddha Sakyamuni mazhab Mahayana. Dari Tiongkok, Myohorengekyo atau Saddharmapundarika-sutra lalu disebarkan ke Jepang oleh Mahaguru Dengyo.
Buddha Nichiren Daishonin terlahir dengan nama Zennichi Maro pada tanggal 16 Februari 1222 di desa kecil Kominato, Provinsi Awa(sekarang daerah Chiba) Jepang. Sejak usia 12 tahun Zennichi Maro masuk ke kuil untuk menjadi bhikkhu. Pada usia 16 tahun dia ditahbiskan menjadi bhikkhu dengan nama Zesho-bo Renco.
Setelah lebih dari 20 tahun mempelajari berbagai sutra dari sekte-sekte di berbagai kuil, maka beliau berkesimpulan hanya Saddharma Pundarika Sutra yang merupakan sebagai ajaran terpokok dari Buddha Sakyamuni yang bisa menyelamatkan umat manusia dari berbagai penderitaan hidup dan mati. Sejak itu beliau menyebut diri Nichiren.
  1. Ajaran-Ajaran Nichren Soshu
Menurut ajaran Nichiren Shoshu berdasarkan Hukum Mistik Nam Myoho Renge Kyo, Nichiren Daishonin memenuhi misi kedatangannya, selaras dengan ramalan Buddha Sakyamuni (k.k. 563 SM - k.k. 483 SM; juga dikenali sebagai Siddhartha Gautama) yang menyatakan bahawa selepas 2,500 tahun kematiannya, akan bangkit seorang pengganti yang menjadi Buddha Benar untuk zaman yang akan datang. Ini merupakan perbezaan doktrin yang utama antara Nichiren Shoshu dengan Nichiren Shu yang mendakwa bahawa Nichiren bukannya Buddha, tetapi hanyalah saminya.
Aliran Buddha Nichiren Shoshu percaya bahawa bodhi atau "makrifat peribadi" mampu dicapai dalam tempoh hayat seseorang. Amalan mereka bertumpu kepada pembacaan Gohonzon yang berbunyi Nam Myoho Renge Kyo (juga ditulis dan disebut Namu Myoho Renge Kyo) yang membawa maksud "Saya berserah kepada Hukum Mistik Sebab Akibat." Dengan kata yang lain, setiap manusia akan menyebabkan sesuatu melalui fikiran, percakapan dan amalan masing-masing, dengan sebab yang baik menghasilkan kesan positif dan sebab yang buruk menghasilkan kesan negatif (lihat karma). Menurut agama Buddha Nichiren Shoshu, hukum sebab akibat ialah prinsip sejagat yang mendasari semua fenomena dan peristiwa harian, baik yang boleh dilihat mahupun yang tidak. Oleh itu, penganut-penganut Nichren Shoshu cuba bersungguh-sungguh untuk meningkatkan keadaan hidup mereka dan mencapai makrifat melalui perbuatan yang mematuhi hukum in dalam kehidupan sehari-hari mereka dan melalui berkongsi kepercayaan Hukum Mistik Nam Myoho Renge Kyo ini dengan orang-orang yang lain.
Dalam agama Buddha Nichiren Shoshu, Objek Penyembahan asas ialah Dai-Gohonzon yang ditulis oleh Nichiren Daishonin pada 12 Oktober 1279. Objek tersebut yang menggunakan askara Cina dihormati sebagai satu-satunya entiti makrifat Nichiren Daishonin. Setiap penganut Nichiren Shoshu atau keluarga mempunyai sebuah salinan Dai-Gohonzon yang lebih kecil yang dihasilkan dan ditahbiskan oleh seorang Sami Besar Nichiren Shoshu yang memegang jawatan ini secara berturut-turut, dan diberikan kepada para penganut baru oleh seorang sami Nichiren Shoshu semasa upacara inisiasi kuil tempatan yang berada di seluruh dunia. Kuil Taisekiji, kuil utama agama Buddha Nichiren Shoshu, terletak berhampiran dengan kaki Gunung Fuji di Jepun, dan dikunjungi setiap tahun atau dari semasa ke semasa oleh para penganutnya, baik secara individu mahupun secara kumpulan.
Setiap pagi dan petang, para pengamal Nichren Shoshu menyakinkan diri serta memperbaharui kepercayaan mereka dengan melakukan Gongyo yang melibatkan pembacaan beberapa bab Sutra Teratai yang dianggap sebagai ajaran Buddha Sakyamuni yang tertinggi dan mendalam, lalu menyebut berulang-ulang Nam Myoho Renge Kyo semasa menghadap Gohonzon, sementara menumpukan perhatian kepada askara Cina, Myo. Amalan ini, khususnya apabila dikongsi dengan orang lain, dianggap sebagai Sebab Benar untuk mencapai keadaan tenang kehidupan sedar yang membenarkan penganutnya mengalami dan menikmati kehidupan yang lebih bermakna dan menghadapi cabaran-cabaran kehidupan harian dengan penuh keyakinan. Agama Buddha Nichiren Shoshu merujuk kepada ini sebagai "menggantikan racun dengan ubat".


resume topik 11 aliran mantrayana,sahajayana,vajrayana


Dalam tahap awala perkembangan di Tibet, tantrayana berkembang menjadi tiga aliran yaitu:
  1. 1.      Mantrayana
Tujuan mantrayana adalah sama seperti apa yang dituju oleh aliran-aliran lainnya dalam agama budha yakni kemanunggulan manusia dengan penerangan sempurna secara spiritual.untuk mencapai tujuan menurut konsepsi mantrayana adalah:
  1. a.       Bodhi pranidhi citta : tingkat persiapan untuk pencapaian kebudhaan
  2. b.      Bodhi prasthana        : tingkat pelasanaan sesungguhnya dalam usaha menuju cita-cita
  3. 2.      Vajrayana
Aliran Vajrayana atau kadang disebut Vajrayana, adalah suatu ajaran Buddha lebih sering dikenal dengan nama Tantra atau Tantrayana. Namun banyak juga istilah lain yang digunakan. Dalam ajaran Vajrayana, latihan meditasi sering dibarengi dengan visualisasi. Istilah "Vajrayana" berasal dari kata vajra yang dalam bahasa sanskerta bermakna 'halilintar' atau 'intan'. Vajra melambangkan intan sebagai unsur terkeras di bumi, maka istilah Vajrayana dapat bermakna Kendaraan yang tak dapat rusak.
Dalam Vajrayana ada enam cara untuk mencapai pembebasan melalui proses pemakaian yang melibatkan Panca Skandha (kombinasi manusia antara kekuatan/energi fisik dan mental yang selalu berada dalam keadaan berubah), Panca Skandha tersebut diantaranya :
  • Melalui proses pemakaian
  • Melalui proses pendengaran
  • Melalui proses ingatan
  • Melalui proses penglihatan
  • Melalui proses pengecapan
  • Melalui proses sentuhan
  1. sahajayana
sahajayana merupakan aliran yang erat hubungannya dengan vajrayana. Sahaja secara harfiah ada Aliran Vajrayana atau kadang disebut Vajrayana, adalah suatu ajaran Buddha lebih sering dikenal dengan nama Tantra atau Tantrayana. Namun banyak juga istilah lain yang digunakan. Dalam ajaran Vajrayana, latihan meditasi sering dibarengi dengan visualisasi. Istilah "Vajrayana" berasal dari kata vajra yang dalam bahasa sanskerta bermakna 'halilintar' atau 'intan'. Vajra melambangkan intan sebagai unsur terkeras di bumi Ajaran Vajrayana sering juga disebut dengan Praktek Rahasia, atau Kendaraan Rahasia. Hal ini menggambarkan bahwa ketika seorang praktisi semakin merahasiakan latihannya, maka ia akan semakin mendapatkan kemajuan pencapaian dan berkah dari latihan yang ia lakukan. Semakin ia menceritakan tentang latihannya, maka semakin sedikit berkah yang akan di peroleh. lah dilahirkan bersama-sama. Sahajayana, dharmakarya

resume topik 10 aliran hinayan dan mahyana


    1. A.    Pengertian Hinayana
    Kata hinayana terdiri dari bahasa pali dan sanskerta terdiri dari hina(kecil)dan yana(kendaraan)
    Pokok ajaran hinayana:
    • Ø  Segala sesuatu bersifat fana beradauntuk sesaat saja
    • Ø  Dharma-dharma
    • Ø  Tujuan hidup adalah nirwana
    • Ø  Cita-cita yang tertinggi adalah arahat
          Kitab suci hinayana:
    • Vinaya pitaka 
    • Sutta pitaka
    • Abidhama pitaka
    1. B.     Aliran Mahayana
    Mahayana terdiri dari dua kata yaitu:
    Maha: besar
    Yana: kendaraan
    Aliran Mahayana adalah aliran hinayan yang diberi pelajarn-pelajaran extra yang dipelopori oleh Budhaghosa
    Kitab-kitab karangannya:
    • Buddacarita
    • Saundarananda kavya
    • Sutralamkara
    • Mahyana craddha utpada
    Kitab suci Mahayana:
    • Karandavyuha
    • Suhhavatisvaha
    • Saddharmapundarika
    • Lankavatara sutra
    • Avatamkara sutra
    • Vajraccedhika sutra

    Cirri-ciri mahyana:
    1. Dalam memandang kenyataan dunia menggunakan realism, idealis
    2. Mengajarkan kemutlakan yang abadi
    3. Menganggap budha Gautama adalah guru
    4. Percaya bahwa nibana dapat tercapai melalui bantuan orang lain
    5. Jasa dapat di teransfer kepada orang lain
    6. Mengakui boddhisatwa mencapai peneran gan sempurna
    7. Ritual dan praktek mahyana
    Dalam prakteknya menuntun atau membimbing umatnya untuk menghayati dan merealisasikan budha darma.

resume topik 9 budha di korea dan jepang


  • .Budha di korea
    Agama budha di korea pada tahun 372 M pada pemerintah kerajaan Gegureyo yang berasal dari dinasti Qin.  Peranan korea pada sejarah agama budha terletak pada kedudukan sebagai jembatan penyebrangan agama budha dari cina ke jepang.  Dan  masa keemasan budha di korea terjadi pada dinasti wang
    Agama budha dikorea jaman modern. Pada beberapa decadetelah menjadi kebangkitan kembali yang melibatkan upaya-upaya untuk menyesuaikan ajaran budha dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada masa masyarakat modern.
    B. agama budha di jepang
                    Awal masuknya budha ke jepang pada tahun 853 M abad ke 9 M.Sebelum Buddha Masuk, Kaisar pertama Jepang yang bernama Jimu Teno (kepala suku Yamato), sepakat untuk memeluk agama Shinto. Simbol yang melekat pada kekuasaan suku Yamato adalah cermin, permata dan pedang yang dilambangkan sebagai matahari, bulan dan kilat. Barula antara abadke-3 dan ke-6 jepang mulai menerima pengaru keagamaan dari luar khususnya korea, karena pada saat itu Jepang bermaksud untuk membentuk sebuah aliansi kedua Negara antara Jepang dan Korea.
     Pada tahun 604 M tepatnya pada masa pangeran Shotoku agama Buddha telah memasuki istana dengan kata lain Buddha menjadi agama Negara dan pada tahun 607 M klenteng pertama didirikan di Horyuji. Selanjutnya pada periode Asuka (592-628) masyarakat jepang berlomba-lomba mendirikan
    klenteng dan dapat dikatakan semua golongan masyarakat yang terpandang memeluk agama Buddha. Dan pada pemerintahan Nara (710-784) agama Buddha berkembang pesat. Pada periode Nara ini ditandai dengan munculnya beberapa sekte dalam agama Buddha di Jepang yaitu :
    jojisu
    1. kegon
    2. sanron
    3. hosso
    Yang termasuk sekte Mahayana:
    1. Jojisu
    2. Kusha
    3. Ritsu
    Yang termasuk sekte teravada:
    1. Saicho
    2. Kukai
    Memasuki abad ke 13 M terjadinya gejolak perselisihan dan perbuatan penguasa negara maka munculah sekte di jepang
    1. Sekte zen
    2. Sekte amida
    3. Sekte nicren sozu

Rabu, 23 Mei 2012

Dewi-Dewi dalam agama Budha


(Dewi kwan im seribu tangan)





(dewi kwan im) orang tiongkok memujanya sebagai dewi pelindung laut

Resume topik 7(agama budha di india dan di tiongkok)


a.       Agama budha di india
Sejarah perkembangan budha di india terbagi menjadi 3 periode
1.      Masa perkembangan awal
Masa perkembangan wawl ini terdapat konsili-konsili:
Konsili ke 2: di vesali, bahwa kelompok yang ingin tetap mempertahankan kemurnian vinaya berjumlah lebih kecil ari pada kelompok yang menginginkan perubahan-perubahan . Kelompok pertama kemudian menamakan diri stavirda yang kelak disebut teravada, sedangkan kelompok bhiku yang menginginkan perubahan menamakan diri mahasanghika.
Pada konsili ke 2 sebagai awal adanya 2 kelompok yakni mahasanghika vajian yang kemudian dikenal dengan aliran sselatan hinayana.
Pada konsili ke 3 diadakan sebagai akibat dari sebagian bhiku yang menganut pandangan saravas tivadin, sebagai melawan pandangan tradisional dari yang lebih tua.
Dari konsili 1 sampai 4 secara garis besar terpecahlah aliran budha menjadi empat aliran besar yaitu:
·         Sthavirada menjadi aliran yang sekarang bernama teravada budhis, sedangkan mahasangika dan sarvastivada kelak menjadi aliran mahayan budhis.
·         Teravada budhis berkembang di india semasa raja asoka dan di bawa oleh putra raja asoka yang bernama mahinda ke srilanka dan kelak dari srilanka menyebarlah budha teravada ke asia tenggara pada abad ke 11
·         Mahyana budhis berkembang di india sebagai bukti adanya perguruan budhis nalanda sampai seribu tahun, sampai di hancurkannya oleh pendatang dari Persia.
2.      Masa kekuasan raja asoka
Sebelum raja asoka naik tahta, beliau memegang kuasa sabagai raja muda di india barat, di tahun 249 SM raja asoka mengunjungi tempat-tempat yang berhubungan dengan kelahiran sidharta Gautama .
Pada tahun ke sepuluh masa pemerintahan raja asoka di selenggarakan sangayana yang ke tiga di ibukota maghada, pataliputta. Diberitahukan bahwa pada saat itu terdapat delapan belas aliran dalam ajaran budha .
      Yang penting dalam sejarah pemerintahan raja asoka yan membuat namanya terkenal adalah tulisa-tulisan yang dipahat pada dinding2 dan tiang-tiang batu kebanyakan diantara prasati 2 masih terpelihara serta dapat diselidiki dan ditapsirkan isinya oleh ahli-ahli kesussastraan india.
3.      Kemunduran agama budha di india
Kemunduran budha disebabkan oleh serangan bangsa hun putih dari utara yang banyak menghancurkan pusat-pusat peribadatan agama budha . jumlah wihara yang semakin berkurang sehingga penyebaran agama budha semakin melemah, kemunduran sangha di sebabkan banyaknya unsure non budhis yang masuk ke dalam budha.
a.       Agama budha di tiongkok
Agama budah muncul di tiongkok pada abad sekitar abad pertama . agama budha tumbuh dengan suvur selama awal dinasti tang. Dinasti ini memiliki cirri keterbukaan kuat terhadap pengaruh asing, dan pertukaran unsure kebudayaan dengan india karena banyaknya perjalanan bhiksu budha ke india dari abad ke 4 sampai abad ke 11.
Agama budha di  cina juga melahirkan beberapa aliran besar dalam golongan budha Mahayana:
·         Aliran chan atau dhyana yang didirikan oleh boddhidarma,  aliran ini di kenal sangat radikal terhadap kitab suci yang menjadi sumber ajaran agama budha dan bermaksud untuk kembali pada semangat ajaran budha yang asli sehingga aliran yang didirikannya sangat member tekanan pada teks-teks suci.
·         Aliran vinaya, ajaran ini menekankan pada pelaksanaan vinaya secara ketat. Menurut aliran ini, pengingkaran terhadap dunia dan kesusilaan merupakan kondisi kehidupan sang budha . oleh karena itu aliran ini menekankan pada kehidupan misyik dan membiara.
·         Aliran ching tu atau tanah putih. Ajarannya didirikan pada kitab amithayadana, sebuah kitab yang merupakan kelanjutan kitab shuhau zatiyuha. Aliran ini menekankan pada pemujaan trehadap amida atau amitaba yang mewujudkan diri dalam dewi kwan in.