1.
PENDIRI
DAN PEMBAWA AGAMA BUDHA
Agama Budha didirikan oleh seorang
pangeran yang bernama Sidharta “yang cita-citanya tercapai”, Putra raja
Sudhodana Gautama dan Dewi Mahamaya dari kerajaan kecil Kapilawastu yang
memerintah atas suku Sakya di India utara yang berbatasan dengan Nepal. Ia
dilahirkan pada tahun 563 s.M. dan wafat pada tahun 483 s.M.[1]
Dalam kepercayaan para pemeluk agama Budha ada beribu-ribu
orang yang mendapatkan gelar kehormatan
Budha dalam sejarah. Untuk masa sekarang, orang yang mendapat pencerahan
dan gelar tersebut adalah Sidharta Gautama, Budha yang ke-28 dan yang
mendirikan agama Buddha sebagaimana dikenal sekarang ini.
Selain mendapatkan gelar Budha,
Sidarta juga telah mendapatkan gelar Bhagoua (orang yang menjadi sendiri
tanpa guru yang mengajar sebelumnya), Sakya Mimi (pertapa dari suku
Sakya); Sakya Sumba (singa dari suku Sakya); Sugata (orang yang
datang dengan selamat); Suaria Siddha (orang yang terkabul semua
permintaannya) dan Tathagata (orang yang baru datang).
2.
PENGERTIAN DASAR BUDDHA DARMA
Secara
etimologi, perkataan Buddha berasal dari ”Buddh” yang berarti bangun atau
bangkit, dan dapat pula berarti pergi dari kalangan orang bawah atau awam. Kata
kerjanya, “bujjhati”, antara lain berarti bangun, mendapatkan pencerahan,
mengetahui, mengenal atau mengerti. Dari arti-arti etimologis tersebut,
perkataan Buddha mengandung beberapa pengertian seperti: Orang yang
telah memperoleh kebijaksanaan sempurna; orang yang sadar secara spiritual;
orang yang siap sedia menyadarkan orang lain secara spiritual; orang yang
bersih dari kotoran batin yang berupa dosa (kebencian), lobha (serakah)
dan moha (kegelapan).[2]
Buddha
adalah yang telah mencapai penerangan sempurna. Semua yang serupa dengan
Sidharta Gautama yang menjadi pendiri agama Budha (Nabi) telah mendapatkan
julukan dengan nama Buddha, karena beliau adalah seorang yang telah mencapai
penerangan sempurna, pada waktu berusia 35 tahun lebih dari 2500 tahun yang
lalu di India. Tujuan terakhir dari seluruh umat Buddha dari sekte dan aliran
agama Buddha manapun ialah untuk mencapai penerangan sempurna dan menjadi
Buddha. Karena adanya perbedaan cara atau jalan untuk mencapai penerangan
sempurna dan kebuddhaan itu, maka agama Buddha terbagi atas aliran dan
sekte-sekte agama Budha. Di dalam aliran agama Buddha Mahayana, di samping
dikenal Sang Buddha Gautama sebagai Buddha yang bersejarah, tetapi aliran Budha
Mahayana juga mengenal Budha seperti: Buddha Amitaba (Amida), Buddha virocana (dainici),
Buddha Vajrayaguru (Yakushi) , dan sebagainya, yang pada umumnya diterima
sebagai lambang-lambang pujaan oleh para penganut agama Buddha, karena
terpengaruh oleh konsep adanya simbol “Negara Suci” dalam agama Buddha di
Jepang, seseorang menjadi Buddha setelah lahir kembali dalam Negara Suci, maka
semua orang yang meninggal dunia pada umumnya disebut “Buddha” atau “Hotoke”
dalam bahasa Jepang.
Dharma
adalah ajaran yang benar ajaran sang Buddha. Ajaran yang diajarkan oleh orang
yang telah mencapai Penerangan Sempurna; sang Buddha. Ada tiga kaidah keagamaan
bagi agama Buddha yang disebut Sutra (ajaran yang diajarkan oleh sang
Buddha sendiri), Vinaya (disiplin-disiplin yang diberikan oleh sang
Buddha), dan Abidharma (komentar-komentar dan diskusi-diskusi tentang
Sutra dan Vinaya oleh para sarjana di zaman-zaman belakangan). Ketiga-tiganya
ini disebut Tripitaka, dan Dharma itu merupakan satu dari Tri Ratna atau Tiga
Mustika agama Buddha.[3]
Namun di kalangan para pemeluknya, ajaran yang
disampaikan Buddha Gautama tidak harus
dipandang sebagai agama atau filsafat saja, karena pengertian yang menunjuk
kepada arti agama atau filsafat atau semua fenomena yang terdapat di alam ini telah
tercakup dalam istilah dharma (sansesekerta) atau dhamma (pali)
yang menjadi inti dari seluruh ajaran Gautama. Dengan demikian, pemakaian
istilah Buddha Dharma atau Buddha Dhamma lebih sering dipergunakan
oleh para pemeluk agama Buddha dari pada istilah agama.
3.
TRIRATNA
Triratna yang bermakna
tiga permata adalah tiga buah pengakuan dari setiap penganut agama Buddha,
seperti halnya dengan credo di dalam agama Kristen atau syahadat di
dalam agama Islam. Tiga Pengakuan di dalam agama Buddha itu berbunyi:
a.
Buddham saranam
gacchami: Saya berlindung di dalam Buddha
b.
Dhamman saranam gacchami: Saya
berlindung di dalam Dhamma
c.
Sangham saranam dacchami: Saya berlindung di dalam Sangha
Triratna harus
diucapkan tiga kali. Pada kali yang kedua diawali dengan Dutiyam, yang
bermakna: buat kedua kalinya. Pada kali yang ketiga diawali dengan Tatiyam,
yang bermakna: buat ketiga kalinya.[4]
Secara garis besar ajaran agama Buddha dapat dirangkum dalam tiga ajaran pokok,
yaitu Buddha, Dharma, dan Sangha. Ajaran tentang Buddha
menekankan pada bagaimana umat Buddha memandang sang Buddha Gautama sebagai pendiri
agama Buddha dan asas rohani yang dapat dicapai oleh setiap makhluk hidup. Pada
perkembangan selanjutnya ajaran tentang Buddha ini berkaitan dengan masalah
ketuhanan yang menjadi salah satu ciri ajaran semua agama.
Ajaran
tentang dharma banyak membicarakan tentang masalah-masalah yang dihadapi
manusia dalam hidupnya, baik yang berkaitan dengan ciri manusia sendiri maupun
hubungannya dengan apa yang disebut Tuhan dan alam semesta dengan segala
isinya. Ajaran tentang Sangha
selain mengajarkan bagaimana umat Buddha memandang sangha sebagai
pasamuan para bhikkhu, juga berkaitan dengan umat Buddha yang menjadi tempat
para Bhikkhu menjalankan dharmanya, juga dengan pertumbuhan dan perkembangan
agama Buddha, baik di tempat kelahirannya di India maupun di tempat-tempat
agama tersebut berkembang.
Buddha
di dalam triratna itu dimaksudkan: Buddha Gautama, Dhamma disitu
dimaksudkan: pokok-pokok ajaran. Sangha disitu dimaksudkan: biara.
Ketiga-tiganya itu dinyatakan azas perlindungan bagi setiap penganut agama
Buddha, yakni azas keyakinan yang dianut mazhab Theravada maupun mazhab
Mahayana.
BUDDHA
Menurut ceritanya kelahiran Budha Gautama
adalah pada waktu di Kapilwastu diadakan perayaan musim panas, sang permaisuri
Maya bermimpi, bahwa beliau diangkat dan dibawa gunung Himalaya. Sesudah beliau
dimandikan dan dikenakan pakaian sorgawi, datanglah sang Buddha seperti seekor
gajah putih dengan mrembawa bunga teratai putih pada belalainya. Sesudahnya
gajah itu berputar-putar mengitari sang permaisuri hingga tiga kali, masuklah
ia ke dalam permaisuri Maya dengan melalui pinggang kanan.
Setelah melalui proses kelahiran
yang penuh keajaiban itu, Sidharta Gautama kemudian menjalani hidup sebagai
putra raja Suddhodhana. Seluruh kehidupannya, secara garis besar dibagi atas
empat periode, yaitu:
1)
Sebagai Pangeran Sidharta di istana
Kapilawastu
Periode
ini dimulai dengan saat kelahiran Sidharta Gautama hingga ia mencapai usia 29
tahun. Diceritakan bahwa, setelah kelahirannya yang penuh keajaiban, ia
diramalkan akan menjadi raja, jika ia menduduki tahta kerajaan, tetapi akan
memilih hidup sebagai orang suci, menjadi penakluk hidup, mencapai kesempurnaan
sejati, menjadi Buddha, jika ia melepaskan kedudukan atas tahta yang diwariskan
orangtuanya.
Raja
Sudhodhana ingin agar Sidharta menjadi raja yang besar dan kuasa dari pada
menjadi seorang Buddha. Oleh karena itu ia berusaha agar Sidharta tidak melihat
penderitaan dan memahami ketidakkekalan dunia yang dapat menjadi dorongan
baginya untuk meninggalkan keduniawian. Akan tetapi usaha Sudhodhana tidak
berhasil karena Buddha menjumpai keadaan-keadaan yang jauh berbeda dengan apa
yang dialaminya selama ini. Pertama tanpa diduga, ia bertemu dengan orang yang
sudah sangat tua di luar istananya. Kedua bertemu dengan orang sakit yang
mengerikan; Ketiga dengan orang yang meninggal dunia; dan yang terakhir dengan
seorang pertapa yang sederhana yang wajahnya memperlihatkan wajah penuh
kedamaian dan pandangannya sangat tenang.
Sidharta
Gautama meninggalkan istana pada usia 29 tahun, ketika anak yang pertama lahir.
Dengan menunggang kuda Kantaka yang ditemani oleh saisnya, chanda. Kemudian dia
memotong rambutnya dan menyerahkan senjata serta perhiasan yang dibawanya
kepada Chandra untuk dibawa kembali ke istana. Sidharta tinggal selama tujuh
hari tujuh malam, dan menggunakan waktunya untuk merenungi kehidupan. Dengan
langkah ini berakhirlah riwayat Pangeran
Sidharta dan mulailah kehidupan sebagai
seorang pertapa.
2)
Sebagai pertapa Gautama
Setelah
tujuh hari tujuh malam di tepi sungai Anoma, Sidharta Gautama kemudian berguru
kepada dua Brahmana yang termasyhur, yaitu Alarakalama dan Udnaka Ramaputra.
Dari keduanya ia mendapatkan pelajaran bahwa untuk mendapatkan kebahagiaan,
manusia harus menjalankan upacara-upacara sembahyang tertentu dan berkorban
agar mendapat karunia Tuhan. Selain itu dengan jalan perenungan dan ilmu-ilmu
gaib, manusia akan mendapatkan kebahagiaan hidup.
Tetapi
pelajaran yang didapat dari kedua pendeta Brahmana tidak memuaskan hatinya,
karena pelajaran tersebut tidak dapat membawa manusia mencapai kebebasan dari
penderitaan, kematin, dan kelahiran kembali kemudian memutuskan untuk pergi
meninggalkan mereka menuju Uruwela untuk masuk dan tinggal di sana.
Selama
tinggal Uruwela Siddharta mulai menjalani hidup dengan menyiksa diri, berpuasa,
memnjalani segala macam cobaan untuk menguasai diri, maka dalam waktu singkat
ia tterkenal dengan pertapa yang suci. Lima orang pertapa berguru kepadanya
untuk mencari kebahagiaan hidup, yaitu Kondana, Badiya, Wappa, Mahanama, dan
Asaji.Mereka menyiksa diri di hutan tersebut selama kurang lebih enam tahun
lamanya, sehingga membuat kondisi fisik mereka lemah. Ketika Sidharta sedang
berjalan-jalan untuk merenungi kehidupan, tiba-tiba ia jatuh pingsan karena
kondisi fisiknya yang sangat lemah, akhirnya sadarlah beliau bahwa cara bertapa
menyiksa diri yang eksrim itu adlah cara yang salah.
Pertapa
Gautama sadar bahwa cara bertapa menyisa diri adalah cara yang salah, setelah
beliau mendengar suara lagu yang syairnya berbunyi sebagai berikut:
Bila senar
gitar ini dikencangkan
Suaranya akan
semakin tinggi
Putuslah sena
gitar ini
Dan lenyaplah
suara gitar itu
Bila senar
gitar ini di kendorkan
Suaranya akan
semakkin merendah
Kalau terlalu
dikendorkan
Maka lenyaplah
suara gitar itu
Karena itu
wahai manusia
Mengapa belum
sadar-sadar pula
Dalam segala
hal janganlah keterlaluan
Akhirnya
pertapa Gautama menghentikan tapanya kemudian menjalani hidup layaknya manusia
biasa, karena cara baru yang ditempuhnya itu, pergilah semua murid-muridnya
karena dianggap telah murtad. Mulai saat itu ia bertekad menempuh jalan yang
dianggapnya benar, dengan usahanya sendiri, menyelidiki, merenungkan, dan
mnembus ke dalam batinnya sendiri, ia melatih dirinya sendiri menguasai
keinginan-keinginan terhadap kenikmatan dan rangsangan indra, di samping
menguatkan kekuatan batin.
3)
Periode mendapat penerangan dan
menjadi Buddha
Pada
suatu malam di bulan Waisak ketika bulan purnama, di tepi sungai Neranjara,
ketika ia sedang mengheningkan cipta, di bawah pohon Asatta (pohon Bodi) dengan
duduk padmasana melakukan meditasi mengatur pernapasannya maka datanglah
petunjuk kepadanya sehingga ia mendapatkan ilmu pengetahuan tinggi yang
meliputi hal berikut:
1.
Pubbenivasanussati,
yaitu pengetahuan tentang kehidupan dan proses kelahiran kembali.
2.
Dibacakku, yaitu
pengetahuan dari mata dewa dan mata batin
3.
Cuti Upapatana, yaitu pengetahuan bahwa timbul dan hilangnya bentuk-bentuk
kehidupan, baik atau buruk, bergantung pada perilaku masing-masing.
4.
Asyakkhyanana, pengetahuan
tentang padamnya semua kecenderungan dan Avidya, tentang menghilangkan
ketidaktahuan[5]
Dengan pengetahuan tersebut ia mendapatkan
penerangan yang sempurna, pengetahuan sejati dan kebebasan batin sempurna. Dia
telah mendapatkan jawaban teka-teki kehidupan yang selama ini dicarinya, dengan
pengertian penuh sebagaimana tercantum dalam empat Kesunyatan Mulia
yaitu Penderitaan, Sumber Penderitaan, Lenyapnya penderitaan, dan delapan cara
yang utama menuju lenyapnya penderitaan itu.
Dengan telah tercapainya penerangan tersebut
maka Sidharta Gautama telah menjadi Buddha pada umur 35 tahun, ia telah menjadi
‘Accharya Manusa’ atau guru dari manusia. Pada minggu terakhir melalui
perenungan mendalam, ia berhasil mengetahui sebab akibat dari rangkaian
penderitaan. Yaitu karena adanya karma
maka terjadilah bentuk karma karena adanya bentuk karma maka terjadilah kesadaran;
karena terjadi kesadaran terjadilah bentuk batin, karena adanya bati dan
jasmani , terjadilah enam indra, karena adanya indra, terjadilah kesan; karena
adanya kesan, terjadilah perasaan; karena adannya peilah proses ‘dumadrasaan,
terjadilah keinginan; karena adanya keinginan, terjadilah ikatan; karena adanya
ikatan, terjadilah proses ‘Dumadi’;karena adanya proses ‘dumadi’, terjadilah
tumimbal lahir; karena adanya tumimbal lahir, terjadilah umur tua;, kelapukan,
kesusahan, ratap tangis, kesakitan, kesedihan, kematian, dan lain-lainnya.Demikianlah
seluruh rangkain penderitaan itu.
Pada saat kedua malam itu, Buddha
merenungkanrangkain sebab musabab yang saling bergantungan itu secara terbalik.
Dan pada saat ketiga malam itu, Buddha merennungkan sebab musabab yang saling
bergantungan itu dengan kedua cara terserbut, yaitu dengan langsung dan dengan
cara terbalik sekaligus.
Buddha menetap selama 7 minggu di tempat itu.
Pada hari terakhir kejadian yang suci itu, datanglah dua saudara Taphussa dan
Balukkha yang terpesona dengan wajah sang Buddha. Keduanya lalu menjadi
pengikutnya yang pertama.
4)
Periode mengajarkan dharma
Dengan kegembiraan yang tak terkira ia pun
bangkit dari pertapaanya dan berangkat menuju kota Benares, tempat suci dan
tempat ziarah bagi penganut agama Hindu. Pada suatu tempat bernama Sarnath,
tidak jauh dari Benares, ia berjumpa dengan lima rahib bekas muridnya itu dan
kepada merekalah ia mulai menyampaikan ajarannya yang yang pertama Himpunan
ucapannya dipandangn kotbah pertama (first Sermon) dalam sejarah agama
Buddha. Kotbah pertama itu meletakkan azas ajaran dari seluruh ajarannya,
terkenal dengan sebutan Empat Kebenaran Utama (Catu Arya Sacca) dan Delapan Jalan Kebajikan (Arya Attha Ngika
Magga).[6]
DHARMA
Yang dimaksud
Dharma adalah ialah doktrin atau pokok ajaran, inti ajaran agama Buddha
dirumuskan dalam empat kebenaran yang mulia atau empat aryasatyani
yang terdiri dari empat kata yaitu: Dukha, Samudaya, nirodha dan Marga.
Empat
Kebenaran Utama:
1.
Ada itu suatu derita (Dukkha)
2.
Derita
itu disebabkan Hasrat (Samudaya)
3.
Hasrat
itu mestilah ditiadakan (nirodha)
4.
Peniadaan
itu dengan delapan jalan (Marga)
Dukha
ialah penderitaan. Hidup adalah menderita. Kelahiran adalah penderitaan, umur tua adalah penderitaan, sakit adalah
penderitan, mati adalah penderitaa, disatukan dengan yang tidak dikasihi adalah
penderitaan, tidak tercapai apa yang diinginkan adalah penderitaan. Singkatnya
kelima pelekatan kepada dunia ini adalah penderitaan. Samudya adalah sebab.
Penderitaan ada sebabnya. Yng menyebabkan orang dilahirka kembali adalah
keinginan kepada hidup, dengan disetai nafsu yang mencari kepuasan di
sana-sini, yaitu kehausan pada kesenangan, kehausan kepada yang ada, kehausan
pada kekuasaan.
Nirodha adalah pemadaman. Pemadaman
kesengsaraan terjadi dengan penghapusan keinginan secara sempurna, dengan
pembuangan keinginan itu, dengan penyangkalan terhadapnya, dengan pemisahannyadari
dirinya dan dengan tidak memberi tempat kepadanya. Marga ialah jalan kelepasan
, jalan yang menuju kepada pemadaman penderitaan ada delapan, yaitu delapan
jalan kebajikan:
1.
Pengetian yang benar (samma-ditthi)
2.
Maksud
yang benar (samma-sankappa)
3.
Bicara
yang benar (samma-vacca)
4.
Laku
yang benar (samma-kammarta)
5.
Kerja
yang benar (samma- ajiva)
6.
Ikhtiar
yang benar (samma- vayama)
7.
Ingatan
yang benar (samma-sati)
8.
Samadhi
yang benar( samma-samadhi)
Pokok ajaran Buddha Gautama yang
utama ialah, bahwa hidup adalah menderita. Seandainya di dalam dunia tidak ada
penderitaan, Buddha tidak akan menjelma di dunia. Oranng dilahirkan menjadi tua
dan mati; tiada hidup yang tetap. Sedang manusia hidup ia menderita sakit, dan
semua itu adalah peneritaan. Untuk menerangkan hal ini diajarkan Pratitya
Samutpada, artinya pokok permulaan yang bergantungan. Seluruhnya diajarkan
adanya 12 pokok permulaan, yang jelas kehausan atau keinginan yang menyebabkan
adanya penderitaan pada hakikatnya disebabkan oleh ketidaktahuan atau awidya.
SANGHA
Pengikut
agama Budha dibagi menjadi dua bagian, yaitu: para Bhiksu atau para rahib dan
para kaum awam. Kelompok pertama terdiri
dari Bikkhu, Bikkhuni, Samanera, dan Samaneri. Kelompok masyarakat awam terdiri
dari upasaka dan upasaki yang telah menyatakan diri berlindung kepada Buddha,
Dharma, dan Sangha serta melaksanakan prinsip-prinsip moral bagi umat awam dan
hdup berumah tangga.
Sangha
adalah persamuan dari makhluk-makhluk suci yang disebut ‘Arya Punggala’ yaitu
mereka yang sudah mencapai buah kehidupan beragama yang ditandai dengan
kesatuan pandangan yang bersih dengan sila yang sempurna. Tingkat kesucian yang
mereka capai itu mulai dari tingkat ‘sotapatti’, ‘sakadagami’, ‘anagami’,
sampai tingkat ‘arahat’. Tetapi setelah agama Buddha Mahayana berkembang maka
barang siapa bertujuan untuk memperoleh kedudukan Bodhisatwa, tak perduli apa
ia orang awam, atau alim ulama, semua bergabung bersama-sama dalam suatu
persaudaraan.
Tingkat
Sotapati adalah tingkat kesucian pertama , dimana mereka masih menjelma tujuh
kali lagi sebelum mencapai nirwana. Pada tingakatan ini seorang Satopati masih
harus mematahkan belenggu kemayaan aku,
keragu-raguan, ketakhayulan sebelum dapat meningkat ke Sakadagemi. Pada tingkat
Sakadagemi ia harus menjelma sekali lagi sebelum mencapai nirwana. Ia harus dapat
membangkitkan kundalini sebelum naik ke tingkat anagami. Setela mencapai
tingkat anagami, ia tidak perlu menjelma lagi untuk mencapai nirwana namun
harus mematahkan beberapa belenggu sebelum mencapai tingkat terakhir, yaitu
arahat. Belenggu tersebut adalah kecintaan yang indrawi dan kemarahan atau
kebencian. Setelah berhasil mematahkan belenggu tersebut ia kemudian naik ke
tingkat arahat dan dapat langsung mencapai nirwana di dunia maupun sesudah
meninggalnya. Pada tingkatan ini ia harus mematahkan belenggu keinginan untuk
hidup dalam bentuk (ruparaga), keinginan untuk hidup tanpa bentuk (arupara),
kecongkakan (mano), kegoncangan batin (udacca) dan kekurangan kebijaksanaan.
Pengikut
Buddha yang kedua adalah kaum awam, ialah yang mengakui Buddha sebagai pemimpin
keagamaanya dan tetap hidup di dalam masyarakat dengan berkeluarga. Pada
hakekatnya para kaum awam tidak dapat mencapai nirwana. Sekalipun demikian
kedudukan mereka adalah sangat penting, mereka sudah bverada pada awal jalan
yang menuju kepada kelepasan.
SADDHA
A.
Pengertian sadha
Sadha
adalah sebutan dalam nama pali atau sradha sebutan dalam bahasa sansakerta.
Arti saddha ialha keyakinan atau kepercayaan benar. Dalam ajaran budha sesungguhnya menekankan
suatu kepercayaan yang ditimbulkanoleh sesuatu yang nyata inilah yang disebut
saddha atau dapat diartikan sebagai keyakinan yang telah mencakup pengerian
percaya di dalamnya jadi kata saddha dapat diartikan sebagi:
a.
Keyakinan
b.
Kepercayaan
c.
Keimanan
dalam bakti
Keyakinan
(saddha-bahasa pali atau sradha-bahasa sanskerta) memilki makna sebagai
keyakinan yang nyata atau kepercayaan yang benar (Confidet). Dalam ajaran
Buddha sesungguhnya menekankan suatu kepercayaan yang timbul oleh suatu yang
nyata pula. Inilah yang disebut saddha, atau dapat diartikan sebagai keyakinan
yang telah mencakup pengertian percaya didalamnya. Jadi kata saddha itu dapat
diartikan sebagai (1) keyakinan (2) kepercayaan-benar (3) keimanan dalam bakti.
Keyakinan
dalam agama Buddha bukan keyakinan yang membuta berdasarkan dogma-dogma. Apabila
tidak dilaksanakan membawa manusia pada alam neraka. “Keyakinan dalam Buddha
yang paling utama adalah keyakinan kepada Buddha, keyakinan pada jalan mulia
berunsur delapan, keyakinan kepada ketiadaan hawa nafsu (Viraga) atau Nibbana
yang dinyatakan juga sebagai dhamma dan keyakinan kepada Ariya-Sangha,
persaudaraan orang-orang suci” (A.II:34). Buddha memberikan petunjuk terhadap
keyakian adalah datang dan buktikan. Perbuatan yang memberikan dampak
kebahagiaan harus tetap dilaksanakan, tetapi perbuatan yang membawa penderitaan
jangan dilakukan. Buddha menolak ajaran pandangan yang salah berdasarkan
keyakianan yang membuta, dilakukan oleh kaum titiya dan carvaka yang menggangap
bahwa kehidupan manusia akan mengalami kebahagiaan dan hidup hanya sesaat atau
tubuh adalah sumber penderitaan dan harus disiksa.[7]
Keyakinan:
Sang
hyang adhi budha:
Catatan sejarah agama budha
Indonesia, dimulai pada tahun 414 M, sewaktu kunjungan seorang bikhu dari
tiongkok, bernama FA HSIEN menurut bhiku tersebut bahwa agama budha telah
berkembang di pulau jawa. Kedatangan bikkhu itu disusul pula dengan kedatangan
seorang bhiku berdarah bangsawan dari khasmir, bernama GUNAWARMAN. Pada tahun
421 M beliau mengajarkan agama budha dan menterjemahkan naskah-naskah ajaran
dharmagupta dari mulasarvadanikaya ke dalam bahasa sansakerta .
Pada abad ke VII datanglah
bhiku HUI NING, dan belau mempelajari
agama budha Indonesia pada seorang bikhu Indonesia bernama JNANABHADRA dari
kerajaan kalingga yang kira-kira terletak disekitar salatiga(jawa
tengah)sekarang. Tuhan dalam agama budha bukanlah hal yang baru melainkan hal
yang telah lama dikembangkan sejak pada abad ke-IV dari negara bagian benggala,
tempat kota kelahiran acara asangha.
Perkembangan agama budha di negara
bagian benggala berkembang dengan pesat, dengan demikian pengertian tentang
theism disempurnakan serta di kembangkan dalam ajarannnya. Sedangkan sejak abad
ke V M hubungan Indonesia dengan negara bagian benggala sangat baik, pada abad
ke VII M dipulau jawa perkembangan agama budha dicapai kemajuan yang sangat
pesat. Pada abad ke IX M paham theism di benggala semakin hidup berkembang
luasa karena keyakinan akan keluhuran atau keagungan tuhan.
Adhi
budha yaitu budha yang pertama, yang di pandang sudah ada pada mula pertama,
yang tanpa asal, yang tanpa asal, yang berada karena dirinya sendiri, yang tak pernah tampak
karena berada di dalam nirwana. Adhi budha adalah dharmakaya yang kekal, abadi,
tanpa awal tanpa akhir, tanpa bentuk dan meliputi seluruh jagad raya, hanya dapat
diselami oleh mereka yang telah mencapai samyak sabadh, kesadaran teragung.
Dharmakaya tidak datang dimanapun dan tidak kembali kemanapun, tidak
menonjolkan diri juga juga tidak musnah, tenang dan akal utuk selama-lamanya.
Inilah yang unggal, yang esa, bebas dari segala arah, tidak memiliki
batas-batas arah, tetapi terkandung dalm semua tubuh. Sebagai tuhan yang maha
esa adhi budha memiliki beberapa nama yang menunjukan kekuasaannya dan
kekeuasaannya.
Kemahaesaan sang hyang adi budha
Agama
budha Indonesia adalah momotheistis karena agama budha Indonesia hanya memuja
kepada satu tuhan sang hyng adi budha. Jadi sang hyang adi budha adalh tuhan
yang maha esa jadi agama budha
Indonesia menyimpulkan bahwa sang hyng
adi budha adalah merupakan sesuatu merupakan sesuatu yang maha agung, maha
mengetehui, maka sakti ysng dalam suasana Samadhi telah menyebabkan terwujudnya
alam semesta dengan sgala isinya. Lima tathagata adalah merupakan pancaran dari
suatu sumber pokok yaiyu sumber ke-buhaan yang merupakan sumber yang esa dari
kelangsungan hidup seluruh alam semesta dengan sgala isinya. Adi budha
merupakan daya dan gaya hidup yang menghidupkan segala yang hidup yang
menghidupkan segala yang hidup. Adi budha an memancarkan cahayannya yang sangat
syahdu dan kudus yang disebut DHYANI BUDHA
yang merupakn intisari dari kelima MANUSHI BUDHA.
Kelima dhyani budha tersebut ialah:
a.
Vairocna
:sumber cahaya
b.
Akhsobya
:sumber ketenangan
c.
Ratnasambbhava:permata
alam semesta
d.
Amithaba:
cahaya tanpa batas
e.
Amogasidhi:
menjadi yang tidak mengenal kegelapan
1.
Para Budha
Terdapat 27 para budha –budha yang terdahulu:
·
Thankara
·
Medhankara
·
Saranankara
· Dipankara
· Kondanna
· Sumana
· Revata
· Shobita
· Anomadasi
· Paduma
· Sumedha
· Sujata
· Piyadasi
· Attadasi
· Dhammadasi
· Siddhathta
· Tissa
· Phussa
· Vipassi
· Sikhi
· Vessabha
· Kausandha
· Konagamana
· Kassapa
· Budha Gautama
2.
Bodhisatwa
Secara etimologi
bodhisatwa terdiri dari kata bodhi, suci dan satwa yang berarti mahluk. Jadi
kata bodhisatwa artinya mahluk suci. Secara harfiah bodhisatwa berarti orang
yang hakikat atau tabiatnya adalah bodhi (hikmat) yang sempurna. Orang yang
mempersiapkan diri untuk mencapai tingkat budha.
Berdasarkan
sifatnnya bodhsatwa di bedakan menjadi tiga:
a.
Bodhisatwa
pannadhika
Ialah
bodhisatwa yang di dalam usahanya untuk mencapai tingkat kebudhaan lebih mengutamakan
kebijaksanaan, dimana lebih banyak mengadakan perenungan terhadap hakekat dari
kehidupan ini. Dengan melaksanakan Samadhi. Jadi kebijaksanaan adalah tujuan
hidup bagi orang bodhisatwa panandika dan pada tingkat inilah yang paling cepat
untuk mencapai tingkatan budha yang ter tinggiyaitu samm sambudha
b.
Bodhisatwa
Saddhadika
Ialah
bodhisatwa yang didalam usahanya untuk mencapai tingkat kebudaan lebih mengutamakan
keyakinan (sadha) terhadap darma yang diajarkan oleh budha. Dengan
mengembangkan keyakinan terhadap apa yang diajarkan oleh budha maka tercapailah
tingkat budha. Dengan mengembangkan keyakinan terhadap apa yang diajarkan oleh
YMS budha. Maka tercapailah tingkat budha penerangan sempurna yang lebih
dicapai oleh seorang bodhi sattva sadhadhika yaitu sayaka bodhi. Dengan jalan
berguru dan seorang guru yang berhasil membimbing siswa-siswanya. Hingga
mencapai tingkat savaka bodhi ialah YMS budha gotama. Seorang siswa yang telah
mencapai tingkat savaka bodhi ialah YMS budha gaotama . seorang siswa yang telah mencapai tingkat savaka bodha
ialah yang disebut arahat.
c.
Bodhisatwa
viriyadika
Ialah
bodisatwa yang di dalam usahanya untuk mencapai tingkat kebudhaan, lebih
mengutamakan pengabdian kepadanpenderitaan semua mahlik dengan kemauan keras. Sebelum
Mahayana timbul, pengertian bodhisatwa sudah di kenal juga, dan dikenakan juga
kepada budha Gautama, sebelum ia menjadi budha. Di situ bodhisatwa berarti
orang yang sedang dalam perjalanan untuk mencapai hikmat yang sempurna, yaitu
orang yang akan menjadi budha. Jadi semula bodhisatwa adalah sebuah gelar bagi
tokoh yang ditetapkan untuk menjadi budha.
Dalam
Mahayana ialah orang yang sudah melepaskan dirinya dan dapat menemukan sarana
untuk menjadi benih pencerahan tumbuh dan menjadi masak pada diri orang lain.
Seseorang bodhisatwa bukan hanya merenungkan kesengsaraan dunia saja, melainkan
turut merasakannya dengan berat, oleh karena nya ia sudah mengambil keputusan
untuk mempergunakan segala aktivitas
3.
Arahat
Arahat
adalah orang yang telah berhasil membebaskan diri dari dukha mencapai tingkat
kesucian tertinggi.arahat juga merupakan orang yang sudah bebas daripada segala
keinginan untuk di lahirkan kembali, baik dalam dunia yang tidak berbentuk,
maupun di dalam dunia yang tidak berbentuk, ia juga sudah bebass daripada sgala
ketinggian hati, kebenaran diri, dalam ketidaktahuan.
Proses
tercapainya tingkat kesucian arahat adalahterlebih dahulu harus menjadi
bodhisatwa saddhadika, setelah itu dalam usahannya lebih mengutamakan keyakinan
terhadap dhamma yang diajarkan oleh budha Gautama dan akhirnya tercapailah
penerangan sempurna, ialah yang disebut savaka bodhi dan kemudian menjadi
savaka budha yaiyu disebut juga arahat
Tingkat
arahat ada empat:
1.
Sukkhavipassako
Arahat
yang tidak mempunyai jhana/abhinna hanya melaksanakan vipassana bhavana saja.
2.
Tevijjo
Arahat
yang mempunyai vijja(pengetahuan) yaitu:
a.
Berkemampuan
untuk mengingat penitisan lampau (pubbenivasanussatinana)
b.
Berkemampuan
untuk melihat alam-alam halus yang muncul lenyapnya mahluk yang merintis sesuai
dengan kamma masing-masing (dibbacakkhunana)
c.
Berkrmampuan
untuk memusnahkan arus kekotorsn bathin atsu sava
3.
Chalabino
Arahat
yang mempunyai 6 macam tenaga batin yaitu:
1.
Berkemampuan
untuk mengingat penintisan lampau
2.
Mata
batin yang berkemampuan untuk melihat alam-alam halus dan muncul lenyapnya
mahluk yang merintis sesuai dengan kammanya masing-masing
3.
Berkemampuan
untuk memusnahkan arus kekotoran batin
4.
Berkemampuan
untuk membaca pikirab mahluk-mahluk lain
5.
Telinga
batin yang berkemampuan untuk mendengar suara-suara dari alam manusia, alam
dewa, alam brahmana, yang dekat maupun jauh
6.
Kekuatan
ghaib yang terdiri dari:
a.
Adhittahana
iddhi ialah dengan kekuatan kehendak dapat mengubah tubuh sendiri dari satu
menjadi banyak atau sebaliknya
b.
Vikubbana
iddhi ialah berkemampuan untuk menyalin rupa menjadi anak kecil, raksasa,
membuat diri menjadi tidak tertampak
c.
Manomaya
iddhi ialah berkemampuan menciptakan dengan menggunakan pikiran, umpamanya
menciptakan istana, taman, singa,dll
d.
Nanvipphara
idhhi ialah konsentrasi
-
Berkemampuan
menembus dinding, gunung,
-
Berkemampuan
menyelam kedalam bumi bagikan menyelam kedalam air saja
-
Berkemampuan
berjalan diatas air bagaikan berjalan diatas tanah saja
-
Berkemampuan
melawan api
-
Berkemampuan
terbang di angkasa raya.
4.
Patrisambhidappatto
arahat yang memiliki pengertian sempurna terdiri dari empat macam:
a.
Pengertian
mengenai arti maksud dari sesuatu dan mampu member penerangan secar terperinci
b.
Pengertian
mengenai inti-sari dari seuatu dan mampu mengeluarkan pertanyaan
c.
Pengertian
mengenai bahasa dan mampu memakai kata-kata yang mudah dimengerti
d.
Pengertian
mengenai kebijaksanaan dan mapu menjawab sekketika bila ada pertanyaan secara
mendadak
Terdapatlah
perbedaan-perbedaan antar arahat dengan budha, arahat dengan bodhisatwa, budha
dengan bodhisatwa,brahmana dengan dewa, yaitu:
1.
Budha
juga dapat disebut arahat, tetapi sebagai arahat istimewa.
Yang disebut arahat istimewa oleh karena YMS budha mencapai nibana dengan
kekutan sendiri tanpa bantuan mahluk lain. Sedangkan bagi yang bukan arahat
istimewa mencapai nibana bukan karena kekuatan sendiri, me;lainkan dengan
bantuan mahluk lain,yaitu setelah melakukan dhama yang diajarkan YMS budha
gotama\.
2.
Arahat
lebih suci dari bodhisatwa, karena arahat telah terbebas`dari kilesa, dan
mencapai nibana. Sedangkan bodhisatwa belum dapat membasmi semua kilesa dan
belum mencapai nibana, masih mengalami kelahiran dan kematian. Tetapi mengenai
cita-cita seorang bodisattwa adalah lebih tinggi daripada seorang arahat karena
seorang bodisatwa bercita-cita ingin menjadi budha pada masa kehidupannya yang akan datang.
3.
Bodhisatwa
adalah belum menjadi budha atau yang disebut sebagai calon budha dan belum
mencapai nibana. Budha adalha mahluk yang telah mencapai penerangan sempurna
telah mencapai nibana, yang maha suci, maha tau dan maha bijaksana.
4.
Brahma
yang disebut dewa tetapi sebagi dewa istimewa karena brahma mempunyai jhana.
Sedangkan dewa tidak mempunyai jhana
Daftar Pustaka
Ali. A. Mukti, Agama-Agama, Yogyakarta: Hanindita. 1988
Sou yb, Josef,Agama-Agama Besar Di Dunia. Jakarta: husna zikra,1996
Hadi Kusuma, Hilma. Antropologi Agama, Bandung: Citra Aditiya
Bakti, 1993
Pendo Kyokai, Bukkyo. Ajaran Sang Budha Danipan Gita, karya printing
Handiwijono, Dr. Harun, Agama Hindu dan Budha. Jakarta: Gunung
Mulia 1987
[1]. Dr
Harun Hadiwijoyo. Agama Hindu dan Buddha. H.50
[2] .H.A.
Muktti Ali. Agama-agama di Dunia.h.102
[3] Bukkyo
Dendo Kyokai; Ajaran Sang Buddha.h.174.
[4] .Joesoef
Sou’yb. Agama-agama besar di Dunia.h.80
[5] .Prof.
H.Hilman Hadikusuma, S.H. Antropologi Agama. H.211
[6] Ibid. h.
79
Tidak ada komentar:
Posting Komentar